Masa Belajar Eyang Hasan Maolani

Masa Belajar Eyang Hasan Maolani Lengkong Kuningan

Artikel diperbarui April 2020

Eyang Hasan lahir dan tumbuh di lingkungan orang-orang saleh yang ahlul ilmi, karena desa lengkong pada waktu itu sudah menjadi pusat penyebaran agama islam untuk wilayah kabupaten Kuningan dan sekitarnya. Disana sudah ada pondok pesantren yang para santrinya dikenal sakti-sakti, yaitu pesantren yang di asuh oleh Syekh Abdul Karim dan dibantu oleh keponakannya, Syekh panembahan Haji Muhammad Dako. Tidaklah mengherankan apabila masa kecil Eyang Hasan dihabiskan dengan belajar dan mengaji ilmu-ilmu agama. Selain karena faktor lingkungan, hal itu juga di tunjang oleh kecerdasannya yang diatas rata-rata. Bahkan, sejak kecil Eyang Hasan dikenal mempunyai keuletan dalam belajar (leukeun kata orang Sunda mah) dan memiliki semangat belajar yang luar biasa. Situasi saat itu yang serba kesulitan sama sekali tifak menyurutkan semangat beliau untuk menguasai bernagai fan ilmu yang kelak menghantarkannya menjadi seorang alim yang mempunyai kemampuan linuwih.

Baca Juga :
1. Otobiografi Eyang Hasan Maolani Dari Lengkong Ke Menado
2. Kelahiran dan Nasab Eyang Hasan Maolani
3. Masa Kecil Eyang Hasan Maolani

Mula-mula Eyang Hasan belajar agama kepada para Kyai dan sesepuh yang ada di Desa Lengkong, setelah menginjak usia dewasa beliau kemudian melanjutkan belajarnya ke beberapa pesantren di luar Desa Lengkong. Pesantren pertama yang beliau singgahi adalah pesantren Pangkalan  yang waktu itu di asuh oleh Hadratul Syekh Mbah Alimudin, ayahanda dari mbah Thayibudin. Di Pangkalan beliau belajar selama 1 tahun 5 bulan. Setelah itu kemudian pindah ke Pesantren di Desa Kadugede (konon waktu itu di asuh oleh Kyai Sholehudin). Disana beliau menghabiskan waktu selama 2 tahun 8 bulan. Dari Kadugede beliau melanjutkan belajarnya ke Pasawahan Kanci (daerah kabupaten Cirebon) dan mondok disana selama 1 tahun 1 bulan. Dan dari Pasawahan kembali lagi ke Kadugede hingga masa 1 tahun 3 bulan. Selesai dari sana kemudian pindah ke Raja Galuh (Kyai Bagus Arjaen) dan belajar disana selama 1 tahun 1 bulan. (Primbon Eyang Abshori).

Pondok Raja Galuh adalah persinggahan terakhir Eyang Hasan dalam pengembaraannya mencari ilmu. Dan disanalah beliau mengambil baiat thariqah Syathariyah dari Kyai Bagus Arjaen, seorang mursyid thariqah yang juga menjadi penghulu di Kraton Kanoman Kecerbonan. Waqila, sebelum mondok ke berbagai pedantren Eyang Hasan terlebih dahulu tabarruk di pesantrennya Mbah Padang (makamnya di Godong Garawangi), dan pernah juga mondok di Baakan Ciwaringin. (A. Tisnawerdaya, 1975 : 35) Bahkan ketika mondok di Ciwaringin, Eyang Hasan sempat menggagalkan rencana pihak Belanda yang bermaksud membuat jalan tembus Palimanan - Bandung yang akan melintasi komplek pesantren Babakan Ciwaringin.

Baca Juga :
4. Masa Belajar Eyang Hasan Maolani
5. Kehidupan Dan Gerakan Dakwah Eyang Hasan Maolani

Karena kecerdasan dan keuletannya dalam belajar, dalam rentang waktu 7 tahun 6 bulan, Eyang Hasan telah menguasai berbagai fan ilmu agama, terlebih karena beliau mempelajarinya satu-persatu  secara tartib dan telaten. Mulai dari belajar Al-Qur'an, kemudian Nahwu-shorof (tata bahasa arab), Balaghah, Fiqih, Ushul Fiqih, Tafsir, Hadits, Falaq dan Tashawuf. Pendek kata , tidak ada satupun fan ilmu yang tidak beliau pelajari, baik syariah maupun thariqah, ilmu dzahir maupun ilmu bathin. Padahal, untuk dapat belajar berbagai fan ilmu pada waktu itu sangatlah berat. Bayangkan semua kitab yang akan di aji, terlebih dahulu harus ditulis sendiri karena pada saat itu belum ada percetakan seperti sekarang. Betapa sulitnya belajar ilmu agama pada saat itu. Namun demikian, Eyang Hasan tetap tabah dan melakoninya dengan sabar dan ngeureuyeuh. Adapun pesan Eyang Hasan kepada anak cucunya ; " Lan maninge, isun duwe penjaluk maring sira kabeh, anak putu ! Mugi-mugi pada bibinahu ilmu kitab. Kawitan Al-Qur'an serta tafsir, nahwu, fiqih, ushul, thariqah, tashawuf den weruh murode lan lakone. Mangka sawuse weruh den buang maning, tegese aja rumasa bisa, aja rumasa leuwih, aja rumasa ngungkuli liyane, aja rumasa kuasa, aja rumasa kuat, aja rumasa mulya, aja rumasa sugih." (Surat-surat Eyang Hasan Maolani, Hal 18).

Dan jika di terjemahkan ke dalam bahasa maka seperti berikut ;

Baca Juga :
6. Di Tawan Dan Di Asingkannya Eyang Hasan Maolani Ke Menado Oleh Kolonial Belanda
7. Wafatnya Eyang Hasan Maolani

("Selain itu, aku punya permintaan kepada kalian anak-cucuku ! Hendaknya kalian semua mau belajar ilmu kitab (ilmu agama), mulai dari belajar al-qur'an dan tafsirnya, kemudian nahwu, fiqih dan ushul fiqih-nya, serta thariqah dan tashawuf. Semuanya harus dipelajari agar dapat di mengerti maksud dan tujuannya serta cara mengamalkannya. Setelah itu, (ilmu-ilmu tersebut) semuanya buang kembali. Maksudnya, janganlah kamu merasa pintar, merasa lebih unggul dari orang lain, merasa mampu, merasa kuat, mulia, dan merasa kaya").

al-Faqir Abu Abdillah Hadziq

Semoga Bermanfaat 😊
nimdA Menulis adalah bekerja untuk keabadian.

Belum ada Komentar untuk "Masa Belajar Eyang Hasan Maolani"

Posting Komentar

Terimakasih telah memberikan komentar.

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel