Di Tawan Dan Di Asingkannya Eyang Hasan Maolani Ke Menado Oleh Kolonial Belanda
29 April 2016
Tulis Komentar
Artikel diperbarui April 2020
Pengaruh Eyang Hasan kian hari semakin meluas, tidak hanya di wilayah Kuningan dan sekitarnya, namun juga merambah hingga kesebahagian besar wilayah Jawa Barat. Setiap harinya semakin banyak orang yang datang ke Lengkong. Mereka datang denganbberbagai macam keperluan, mulai dari yang meminta do'a dan berkah melalui Eyang Hasan, yang minta di Wuruki wirid Syathariyyah, menanyakan waktu dan hari yang tepat untuk bercocok tanam, pernikahan atau mengkhitan anaknya, yang meminta petunjuk agar bisa keluar dari problema hidup tang sedang di hadapinya hingga yang datang hanya agar mendapat jatah makan dari Eyanh Hasan. Konon menurut cerita, setiap harinya tidak kurang dari 300 orang bertamu kepada Eyang Hasan. Pengikutnya kian hari semakin banyak. (A. Tisnawerdaya, 1975 : 67).
Baca Juga :
1. Otobiografi Eyang Hasan Maolani Dari Lengkong Ke Menado
2. Kelahiran dan Nasab Eyang Hasan Maolani
3. Masa Kecil Eyang Hasan Maolani
Anugerah Allah Swt yang telah di karuniakan kepada Eyang Hasan ternyata tidak luput dari pantauan orang-orang yang iri hati (hasidin). Mereka yang merasa kalah pengaruh dengan Eyang Hasan senantiasa mencari jalan untuk pengaruh beliau. Hal itu tidaklah mengherankan karena sebagaimana sabda nabi saw :
لكل دي نعمةٍ محسودٌ
Artinya :
"Setiap orang yang memperoleh kenikmatan pasti akan dihasudi."
Baca Juga :
4. Masa Belajar Eyang Hasan Maolani
5. Kehidupan Dan Gerakan Dakwah Eyang Hasan Maolani
Atas peran orang-orang hasud itulah kegiatan dakwah Eyang Hasan di laporkan kepada pihak Kompeni Belanda, Eyang Hasan di tuduh menyebarkan aliran sesat kepada masyarakat serta menghasut rakyat agar memberontak kepada Kompeni Belanda, sehingga gerakan dakwah Eyang Hasan dianggap dapat membahayakan kepentingan pemerintah Kolonial. Dalam laporan politik pemerintah kolonial tahun 1839 - 1849 Masehi, di ungkapkan bahwa pada tahun 1841 Masehi banyak orang berdatangan ke tempat kediaman Kyai Eyang Hasan Maolani. Dia mengangkat dirinya sebagai "pembaharu agama" di keresidenan Cirebon dan sekitarnya, yang kemudian di ikuti dengan pengiriman utusan-utusan serta pembuatan surat-surat selebaran mengenai ajaran-ajarannya yang membawa akibat dan pengaruh besar bagi penduduk dan juga pemerintah kolonial. (Exhibitium, 31 Januari 1851, no. 27)
Pihak Belanda yang saat itu baru saja istirahat setelah sekitar 5 tahun dengan susah payah menumpas gerakan rakyat bersenjata yang di pimpin oleh pangeran Diponegoro (1825 - 1830 Masehi) merasa khawatir atas adanya laporan tersebut, sehingga pada hari Kamis lepas Ashar, tanggal 17 Shafar tahun 1257 Hijriyah / 9 April 1841 Masehi. Dalam usia 61 tahun Eyang Hasan di bawa dan di tahan di Cirebon. Pada awalnya pihak Kompeni menahan Eyang Hasan dengan alasan hanya untuk dimintai keterangan sehubungan dengan adanya laporan yang menyebutkan bahwa Kyai Hasan Maolani menyebarkan ajaran sesat. Namun kenyataannya beliau malah di tahan di sana selama 3 bulan. Dari Cirebon Eyang Hasan kemudian di pindahkan ke Batavia (sekarang Jakarta) dan di tahan di sana selama 9 bulan. Konon, ketika di tahan di Cirebon para murid dan pengikutnya senantiasa berdatangan mengunjunginya. Setiap harinya selalu ada bahkan semakin banyak orang yang menengok beliau ke penjara, mereka datang saling bergantian. Hal itu tentu saja membuat pemerintah kolonial merasa khawatir, hingga akhirnya Eyang Hasan dipindahkan ke Jakarta. (Surat-surat Eyang Hasan, hal 1-2)
Keadaan di Jakarta tidak ada bedanya seperti halnya di Cirebon, bahkan para murid dan pengikut Eyang Hasan yang berdatangan ke Jakarta jauh lebih banyak ketimbang waktu beliau ditahan di Cirebon. Dan dengan alasan yang sama pula, pada hari Selasa sore, tanggal 12 Shafar tahun 1259 Hijriyah/ 1 Juli 1843 Masehi. Eyang Hasan kemudian dilayarkan dari Jakarta menuju Ternate (Maluku Utara), lalu ke Keima dan akhirnya di tempatkan di Menado (Sulawesi Utara), tepatnya di kampung Jawa Distrik Tondano bersama dengan para tahanan yang lainnya, terutama mereka yang merupakan sisa-sisa pasukan Diponegoro. (Ibid., hal 3)
Baca Juga :
6. Di Tawan Dan Di Asingkannya Eyang Hasan Maolani Ke Menado Oleh Kolonial Belanda
7. Wafatnya Eyang Hasan Maolani
Di Menado kehidupan dan kegiatan Eyang Hasan, baik kegiatan dakwah dan ritual keagamaan maupun kegiatan sosial tidak ubahnya seperti ketika beliau masih berada di Lengkong. Bahkan disana Eyang Hasan sempat menyebarkan agama islam kepada masyarakat Puru' yang masih animis serta mengajarkan thariqah Syathariyyah kepada mereka yang sudah bersyari'ah. Oleh karena itu, dalam segala ritual keagamaan beliaulah yang diangkat oleh masyarakat untuk memimpinnya. Selain itu, di sana Eyang Hasan juga sempat menikah dengan seorang janda berputra satu, namun pernikahan tersebut tidak sampai membuahkan keturunan. Konon, janda dari Kyai Ma'ruf yang berasal dari Jogjakarta tersebut mau dinikahi hanya agar supaya ia bida berkhidmat kepada Eyang Hasan. (Ibid., hal 4)
al-Faqir Abu Abdillah Hadziq
Semoga Bermanfaat 😊
Belum ada Komentar untuk "Di Tawan Dan Di Asingkannya Eyang Hasan Maolani Ke Menado Oleh Kolonial Belanda"
Posting Komentar